Rabu, 07 April 2010

Dibalik surat Al- Ma’un



Dalam S. Al Ma’un dikatakan bahwa Allah demikian lugas mengaitkan agama dengan keberpihakan kepada kaum dhuafa. Seseorang dikatagorikan mendustakan agamanya manakala ia mengabaikan anak yatim dan fakir miskin.
S. Alma’un diawali dengan pertanyaan “taukah kamu orang yang mendustakan agama?” menurut banyak ahli tafsir, hal itu dimaksudkan untuk menggugah hati pendengarnya agar memberikan perhatian lebih kepada apa yang selanjutnya akan ditunjukkan pada ayat-ayat berikutnya.
Anak yatim dan orang miskin adalah dua kelompok yang paling rentan di masyarakat. Mereka golongan orang-orang yang lemah. Itulah mengapa islam mewajibkan kita menolong mereka. Islam mendorong umatnya agar dalam beragama tidak selalu mementingkan aspek ibadah mahdhoh yang bersifat vertikal saja.
Islam juga menganjurkan ibadah sosial, seperti memperhatiakn nasib kaum lemah. Jadi, S. Al-Ma’un seolah ingin mengegaskan bahwa pendusta agama bukan hanya orang yang mengaku muslim, tetapi tidak mau sholat. Lebih dari itu, orang yang mengaku muslim tetapi tidak punya kepekaan social dan tidak peduli pada lingkungan sekitar.
Ayat selanjutnya bertutur tentang orang yang lalai dalam sholatnya dan riya’. Lalai dalam sholat berarti bahwa orang itu fisiknya sholat, tetapi hati, jiwa dan prilakunya tidak ikut sholat. Yaitu, yang sholatnya tidak berdamapak pada prilaku sosialnya sehari-hari. Dalam sholat banyak hikmah yang terkandung. Ada yang berpendapat, ketika sholat dibuka dengan takbiratul ihram, itu berarti kita menyapa Allah. Kemudian dikahiri dengan salam berarti kita menyapa manusia.
Menengok ke kanan dan kiri berarti kita peduli pada lingkungan sekitar atau tetangga di kanan dan kiri, demikian salah satu pesan fundamental sholat adalah kepedulian pada orang.
Ada sebuah kisah taragedi surat Al-Ma’un di zaman KH. Ahamd Dahlan tahun 1912-an bahwa sanya K.H. Ahmad Dahlan mengajar surat Al-Ma’un selama berbulan-bulan, ketika ditanya alasannya beliau menjawab bahwa selama santrinya belum ada yang melaksanakan surat tersebut, maka tetap akan mengajarkan Alma’un tersebut, sampai suatu saat ada salah satu santrinya memelihara anak yatim dirumahnya maka beliau melanjutkan pelajaran ke surat-surat lainnya.