Jumat, 02 Maret 2012

Bau Harum Masyithah

Masyithah pelayan putri Fir’aun. Ia ibu yang melahirkan
putra-putra berlian. Wanita yang berani mempersembahkan jiwa-raga untuk agama
Allah swt. Ia seorang bunda yang memiliki sifat kasih sayang dan kelembutan.
Mencintai anak-anaknya dengan cinta fitrah ibu yang tulus. Masyithoh berjuang,
bekerja, dan rela letih untuk membahagiakan mereka di dunia dan di akhirat.

Bayangkan, anaknya yang terkecil direnggut dari belaian tangannya. Si sulung
diambil paksa. Keduanya dilemparkan ke tengah tungku panas timah membara.
Masyithah menyaksikan itu semua dengan mata kepalanya sendiri. Kalbu ibu mana
yang tidak bergetar. Hati ibu mana yang tidak hancur bersama luruhnya jasad
buah hatinya. Jiwa ibu mana yang tidak tersembelih dan membekaskan rasa sakit
dengan luka menganga? Masyithah melihat sendiri si sulung dan si bungsu
menjerit kesakitan terpanggang di tungku timah panas membara.

Itulah peristiwa dahsyat yang dihadapi Masyithah, sosok yang menakjubkan dalam
cinta kepada Allah swt. Ia seorang ibu mukminah yang sangat sabar dan memiliki
anak-anak yang shalih lagi baik hati. Cinta yang bersemayam dalam hati mereka
adalah gejolak iman yang mampu melahirkan sebuah pengorbanan yang sempurna.
Kehidupan dunia tidak mampu mengalihkan mereka dari cita-cita meraih keridhaan
Sang Pencipta. Inilah hakikat yang sebenar-benarnya: Iman yang baik akan mampu
mengalahkan tarikan dunia dengan segala isinya.


Tidak diragukan lagi, siapa yang pernah merasakan pahitnya kezhaliman meskipun
sesaat, mencicipi sakitnya siksaan meskipun sebentar, pasti akan tahu mengapa
Rasulullah saw bersabda, ”Kezhaliman akan membawa kegelapan di hari kiamat.”
(Bukhari)

Masyithah telah merasakan beragam kezhaliman dan penyiksaan. Semua
ketidaknyamanan itu dihadapinya dengan tegar sampai akhirnya ia bertemu dengan
Tuhannya dengan ridha dan diridhai. Masyithah mengajarkan kepada kita tentang
sempurna dalam berkorban dan total dalam berderma. Ia telah sukses mendidik
anak-anaknya untuk mempersembahkan nyawa mereka untuk Allah swt.

Rasulullah saw. bercerita kepada kita, “Ketika menjalani Isra’ dan Mi’raj, aku
mencium bau yang sangat harum.” “Wahai Jibril, bau harum apa ini?” tanya
Rasulullah. Jibril menjawab, “Ini bau harum Masyithah –pelayan putri Fir’aun–
dan anak-anaknya.” Saya bertanya, “Apa kelebihan Masyithah?”

Jibril menjawab, ”Suatu hari Masyithah menyisir rambut putri Fir’aun. Sisirnya
jatuh dari tangannya. Ia berkata, ‘Bismillah.’ Putri Fir’aun kaget dan berkata
kepadanya, ‘Dengan menyebut nama ayahku.’ Ia menolak. ‘Tidak. Akan tetapi Tuhan
saya dan Tuhan ayah kamu adalah Allah.’ Ia menyuruh putri itu untuk
menceritakan peristiwa tersebut kepada ayahnya.

Putri itu pun menceritakan kepada Fir’aun. Maka Fir’aun memanggil Masyithah.
Fir’aun bertanya, “Wahai Fulanah, apakah engkau punya Tuhan selain aku?” Ia
menjawab, “Ya, Tuhan saya dan Tuhan kamu adalah Allah.” Fir’aun marah besar. Ia
memerintahkan dibuatkan tungku besar yang diisi timah panas; agar Masyithah dan
anak-anaknya dilemparkan ke dalamnya. Masyithah tidak menyerah. Begitu juga
anak-anaknya. Masyithoh meminta satu hal kepada Fir’aun, “Saya minta tulangku
dan tulang anak-anakku dibungkus menyatu dengan kain kafan.” Fir’aun menuruti
permintaannya.

Sungguh, Masyithah wanita terhormat lagi mulia. Ia hidup di istana raja. Ia
dekat kekuasaan karena tugasnya merawat anak Fir’aun. Akan tetapi keimanan
kepada Allah swt. telah membuncah di kalbunya. Kadang ia menyembunyikan
keimanannya seperti yang dilakukan istri atau keluarga Fir’aun yang muslim
lainnya.

Bedanya ketika iman telah memenuhi kalbu, maka lisan akan mengucapkan apa yang
terpendam dalam kalbu tanpa beban, tanpa paksaan, dan tanpa rasa takut. Inilah
yang dilakukan Masyithah. Ia mengatakan dengan dilandasi fitrah yang suci,
”Bismillah”, tanpa memikirkan resiko yang akan dialaminya. Ia telah
mengungkapkan isi kalbunya yang telah disimpannya berhari-hari bahkan
bertahun-tahun. Ia memproklamasikannya dengan bangga dan gembira. Bahkan,
ketika putri Fir’aun memintanya untuk mengakui ketuhanan ayahnya, ia menolak
tegas dengan mengatakan, ”Tuhan saya dan Tuhan ayah kamu adalah Allah.”

Ia tidak takut siksaan. Ia tidak gentar dengan kekuatan Fir’aun yang terkenal
bengis dan tidak berperikemanusiaan. Apa pun yang terjadi, ia hadapi dengan
tegar.

Ujian Kalbu

Sungguh ujian berat menimpa wanita mulia ini beserta anak-anaknya. Fir’aun
menghukum karena mereka beriman kepada Allah swt. dan rela dengan agama yang
mereka anut. Tanpa belas kasih Fir’aun melempar anak-anak Masyithah satu demi
satu ke tungku besar berisikan timah panas yang mendidih. Fir’aun melakukanya
untuk menakut-nakuti Masyithah. Fir’aun berharap naluri keibuan Masyithah iba
akan nasib anak-anaknya dan itu membuatnya lemah lalu mau kembali mengakui
Fir’aun sebagai Tuhan. Akan tetapi Allah swt. memperlihatkan kepada Fir’aun
bahwa yang menggenggam kalbu Masyithah adalah diri-Nya. Apakah Fir’aun mampu
menguasai kalbu seseorang yang telah beriman? Mungkin ia bisa membunuh
jasadnya, tapi mampukah membunuh ruhnya? Itu mustahil dilakukan Fir’aun.

Apa yang dihadapi Masyithah adalah ujian yang berat bagi kalbu orang yang
beriman. Namun, dorongan keimanan yang kuat membuatnya bertahan dan keluar
menjadi pemenang. Masyithah dan anak-anaknya membuktikan keimanannya kepada
Allah dengan mewakafkan diri hancur disiksa dengan cara yang sangat tidak
berperikemanusiaan oleh Fir’aun.

Pelajaran dari Kisah Masyithah

Masyithah telah wafat. Tapi, kisahnya belumlah berakhir. Sampai saat ini,
kisahnya masih terngiang di telinga orang-orang yang rindu bertemu dengan Allah
swt. Karena, Masyithah telah memberi cambuk yang senantiasa memotivasi kita
untuk meraih kehidupan yang baik dan lebih baik lagi.

Ada sejumlah pelajaran yang bisa kita petik dari kisah Masyithah, di antaranya:

· Iman adalah senjata yang sangat ampuh. Karena, iman adalah kekuatan yang
bersumber dari ma’iyatullah (kebersamaan dengan Allah swt dan lindungan-Nya).

· Sabar dalam menghadapi cobaan dan teguh dalam pendirian, itulah yang
dibuktikan oleh Masyithoh dan anak-anaknya.

· Ujian itu sunnatullah. Pasti
akan datang kepada setiap orang yang mengaku beriman.


· Peran dan kontribusi kaum wanita muslimah tidaklah lebih kecil dibanding pria
dalam mengibarkan panji kebenaran. Para wanita
memiliki peran yang besar dalam dakwah ilallah sejak zaman dahulu. Syahidnya
Masithah akibat siksaan Fir’aun adalah bukti puncak pengorbanan yang pernah
dilakukan wanita dalam sejarah.

· Balasan amal yang didapat seseorang adalah sesuai dengan kadar amal perbuatan
itu sendiri. Allah swt. telah menghancurkan Fir’aun dan menghinakannya namanya
dalam catatan sejarah yang akan terus dikenang sepanjang kehidupan manusia
sebagai manusia terjahat. Sedangkan Masyithah diabadikan namanya dengan harum,
dan menjadikan dirinya dan anak-anaknya wangi semerbak di langit tujuh karena
perbuatannya yang baik. Jibril mencerita hal ini kepada Rasulullah, dan
Rasulullah menyampaikannya kepada kita untuk dijadikan teladan.


· Sungguh, cerita seperti ini berulang dan akan terus berulang sepanjang waktu.
Selalu akan ada orang zhalim dengan beragam bentuk kezhalimannya dan selalu ada
orang yang akan menentang mereka meski tahu ada siksaan dan cobaan menyertai
usaha baiknya itu.

Tidak ada komentar: